Hari rabu tanggal 15 Maret 2017 dilaksanakan agenda komunikasi public kepada media massa dari Ditjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Acara ini dilaksanakan di ruang sonokeling gedung manggala wanabakti yang dihadiri beberapa wartawan. Tema yang diangkat yang dipaparkan kepada media massa adalah Upaya Pencegahan Banjir dan Tanah Longsor dengan narasumber Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung.

Bencana lingkungan yang dibahas adalah bencana banjir dan longsor. Menurut Hilman Nugroho Dirjen PDASHL Banjir didefinisikan sebagai fenomena alam yang terjadi dikarenakan debit aliran sungai melebihi daya tampungnya. Dicontohkan bila ada gelas yang diisi dengan air melebihi daya tampung gelas tersebut, maka air akan meluber. Air meluber itulah yang disebut banjir.  Kemudian longsor adalah pergeseran masa tanah yang diakibatkan tingkat kejenuhannya melebihi kemampuan dalam mengikat air.

Sebelum menguraikan lebih jauh mengenai banjir dan longsor, Dirjen PDASHL menjelaskan penyebabnya dari sudut pandang Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS adalah seluruh wilayah daratan yang mempunyai fungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan secara alam sampai ke outlet (danau atau laut) yang mempunyai batas DAS yaitu puncak-puncak gunung. “Jadi jika ditanya DAS itu sungai, bisa menyempit, itu pernyataan salah” tegas Hilman Nugroho.  “DAS itu ya seluruh wilayah daratan, sungai itu bagian dari DAS, yang ibu bapak duduki sekarang ini bagian dari DAS Ciliwung” tambah beliau.  Bentuk DAS dibagi menjadi 4 yaitu bentuk bulat seperti di Dayeuh Kolot Bandung, bentuk segitiga terbalik seperti di Padang dan Palu, bentuk advokat dan bentuk memanjang seperti contoh di Jakarta. Di Indonesia terdapat 11.000 DAS dan prioritas yang ditangani ada 108 DAS serta sangat prioritas tahun 2015-2019 ada 15 DAS.

Kejadian banjir itu disebabkan karena 2 hal yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam dapat dilihat dari bentuk DAS tersebut. Dapat dilihat dari kejadian banjir yang terjadi di daerah Deyeuh Kolot dengan bentuk DAS bulat. Faktor alam dengan bentuk das yang sudah bulat seperti mangkok walaupun hujan sebentar saja akan terjadi banjir karena air akan masuk terus ke dalam daerah tersebut. Faktor alam lain seperti curah hujan, lamanya hujan, topografi, jenis tanah dll. Faktor manusia yang bisa menyebabkan banjir adalah kesesuaian tata ruang yang tidak memperhatikan kaidah konservasi  seperti pemanfaatan lahan untuk perkebunan di daerah hulu, adanya pertambangan dan adanya perambahan.
Adanya lahan kritis yang masih luas di Indonesia dapat mempengaruhi  penyebab kejadian banjir dan longsor. Lahan kritis tersebut hubungannya ada pada tutupan lahan. Semakin sedikit tutupan lahan maka jatuhnya air hujan akan semakin banyak ke permukaan dan sedikit penyerapan ke dalam tanah.  Maka air yang tidak terserap tersebut akan menyebabkan banjir. Dirjen PDASHL Hilman Nugroho menghimbau agar semua masyarakat tidak hanya instansi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk menanam, menanam dan menanam. 

Dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2013, luas lahan kritis di Indonesia mengalami penurunan. Tahun 2006 luas lahan kritis mencapai + 30 jt Ha, tahun 2011 menurun menjadi + 27 juta Ha, dan terakhir di tahun 2013 luas lahan kritis + 24 juta Ha. Tidak mungkin hanya Instansi  Kementerian LHK atau dari dana APBN saja yang harus dibebankan untuk menanam guna mengurangi lahan kritis sebanyak 24 juta Ha dalam waktu singkat. Maka dari itu Dirjen PDASHL sekaligus Ibu Menteri LHK meminta seluruh masyarakat dilibatkan untuk segera menanam di daerah lahan kritis atau di lahan kosong tersebut. Partisipasi Ditjen PDASHL dalam memfasilitasi penghijauan tersebut seperti bibit gratis yang tersedia di 50 persemaian permanen di seluruh Indonesia, adanya KBR (Kebun Bibit Rakyat), adanya kerjasama untuk penanaman dengan dikti, dinas, perusahaan swasta dan stakeholder lainnya. “Jadi jika pekerjaan ini tidak dikeroyok dengan bantuan masyarakat untuk melakukan penanaman maka 24,3 juta lahan kritis ini tidak akan selesai-selesai. Padahal kalau 24,3 juta lahan ini bisa hijau maka so pasti masyarakat akan lebih sejahtera, coba dibayangkan ada pohon ada air, ada air ada kehidupan, ada kehidupan ada kesejahteraan” tutur Hilman Nugroho.

Sumber

Skip to content